Adab-adab Hati
1. Adab-adab Hati
1.a. Jujur
Jujur
Seorang Muslim harus jujur, tidak suka
berdusta. Berani mengatakan yang benar, meskipun mengandung resiko bagi
dirinya, tanpa takut celaan orang. Dusta merupakan salah satu sifat buruk dan tercela serta merupakan
pintu gerbang menuju godaan-godaan syetan. Menjaga diri dari dosa dusta, akan
menciptakan imunitas dalam jiwa yang melindungi dari bisikan dan godaan syetan,
sehingga ia tetap di dalam kebersihan, kesucian dan ketinggiannya.
“Sesungguhnya
kebenaran itu membawa kepada kebaikan (ta’at) dan kebaikan itu membawa ke
sorga. Dan seseorang membiasakan dirinya berkata benar hingga tercatat di sisi
Allah siddiq. Dan dusta membawa kepada dosa sedang dosa membawa ke neraka. Dan
seseorang suka berdusta hingga tercatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR.
Bukhari, Muslim)
Manusia
yang selalu melatih diri untuk kebaikan, akhirnya kebaikan itu menjadi tabi’at
kebiasaannya. Dan apabila telah menjadi demikian, maka mudahlah ia
melakukannya.
“Tinggalkan
apa yang kau ragu-ragukan dan kerjakan apa yang tidak kau ragu-ragukan.
Sesungguhnya kebenaran membawa ketenangan dan dusta itu menimbulkan
keragu-raguan.” (HR. Tirmidzi.)
Perintah
kepada orang-orang beriman agar berteman dengan orang-orang yang jujur :
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama
orang-orang yang benar.” (QS. At Taubah 9:119)
Tidak
Dusta
“Tanda
orang munafiq itu tiga. Jika berkata-kata dusta, dan jika berjanji menyalahi
dan jika dipercaya khianat.” (HR. Bukhari, Muslim)
Dan sesungguhnya orang-orang munafik akan
dilemparkan ke dalam kerak api neraka.
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu
ditempatkan pada tingkatan yang paling bawah dari neraka dan kamu sekali-kali
tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.” (QS. An Nisa 4:145)
Bersabda Rasulullah saw.: Siapa yang
mengambil hak seorang muslim dengan sumpah palsunya, maka Allah telah
mewajibkan baginya neraka, dan mengharamkan dari sorga. Seorang bertanya:
Walaupun barang sedikit ya Rasulullah? Jawab Nabi: Walau sekecil batang kayu arok
(sikat untuk gosok gigi)
Mengambil hak orang lain itu sudah berdosa,
maka kalau pengambilan itu disertai dengan sumpah palsu, yang berarti orang itu
merasa seolah-olah barang yang diambil itu telah menjadi halal baginya, karena
telah menang perkara dengan sumpah palsunya, maka Allah akan menetapkan baginya
neraka dan mengharamkannya dari sorga.
1.b. Adil
Adil
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu
(untuk) menyam-paikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu)
apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguh-nya Allah Memberi Pengajaran yang sebaik-baiknya kepada-mu. Sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An Nisa’ 4:58)
“Hai
orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berbuat yang
tidak adi. Beraku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah itu Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (QS. Al Maidah 5:8)
“Dan
janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih
bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan
dengan adil. Kami tidak Memikulkan Beban kepada seseorang melainkan sekadar
kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil
kendatipun dia adalah kerabat(mu), dan penuhilah Janji Allah. Yang demikian itu
Diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.” (QS. Al An’am 6:152)
Adil
yang dikenal oleh individu muslim dan masyarakat Islam adalah keadilan hakiki
yang penuh ketulusan, tidak berat sebelah meskipun terhadap musuh yang sangat
dibenci. Harus ditegakkan keadilan yang tidak pandang bulu, sekalipun
menghadapi sanak saudara/keluarga atau orang-orang yang disegani.
Rasulullah SAW telah memberikan contoh
dalam hal bertindah adil :
Ketika datang Usamah bin Zaid
mengusulkan agar diberikan keringanan hukuman bagi seorang perempuan dari Bani
Mahzum yang mencuri, padahal Rasulullah SAW bermaksud untuk memotong tangannya.
Rasulullah bersabda kepada Usamah: “Apakah Anda bermaksud hendak meringankan
(membebaskan) hukuman terhadap seorang yang telah menjadi ketentuan Allah, Hai
Usamah? Demi Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, pasti akan
kupotong tangannya.” (HR. Bukhari, Muslim)
Dalam sejarah Islam pernah terjadi kasus
hilangnya baju besi Ali bin Abi Thalib r.a. yang ketika itu menjabat sebagai
khalifah. Seorang Yahudi dicurigai sebagai pencurinya. Ali bin Abi Thalib dan
Yahudi itu dihadapkan ke muka pengadilan. Di depan pengadilan yang dipimpin
oelh Syuraih, khalifah Ali tidak dapat memberikan kesaksian atau bukti yang
jelas tentang keterlibatan si pencuri, walau sebenarnya barang bukti curian
(baju besi) itu dilihat dari ciri-cirinya jelas milik khalifah. Tetapi karena
bukti tidak kuat, maka hakim tidak dapat menghukum si Yahudi, malah dalam
pengadilan itu khalifah kalah dan si tertuduh bebas. Melihat betapa adilnya
hukum Islam si Yahudi yang memang telah mencuri baju besi itu tergetar hatinya.
Akhirnya dia mengakui bahwa dialah pencurinya, baju besi itu dikembalikannya
kepada Ali, dia sendiri masuk Islam.
Karena itulah, seorang muslim dituntut
untuk selalu berbuat adil baik dalam ucapan maupun dalam tindakan. Sikap adil
merupakan akar yang kuat di dalam masyarakat dan melambangkan kesucian akidah.
Jangan Zhalim
“Berilah mereka peringatan dengan hari
yang dekat (hari Kiamat yaitu) ketika hati (menyesak) sampai di kerongkongan
dengan menahan kesedihan. Orang-orang yang zalim tidak mempunyai teman setia
seorang pun dan tidak (pula) mempunyai seorang pemberi syafaat yang diterima
syafaatnya.” (Al Mu’min 40:18)
Rasulullah saw. bersabda: Awaslah kamu
daripada aniaya (zhalim), karena zhalim itu merupakan kegelapan di hari qiamat,
dan awaslah dari kikir karena kikir itulah yang telah membinasakan ummat-ummat
yang sebelum kamu. Mendorong mereka hingga menumpahkan darah dan menghalalkan
semua yang haram.” (HR. Muslim)
Firman Allah dalam hadits Qudsi :
“Hai hamba-hambaKu, sesungguhnya Aku
telah mengharam-kan kezaliman (berbuat zalim) pada diri-Ku, dan Aku jadikan
sebagai perbuatan haram bagi kaiam, maka itu janganlah kalian berbuat zalim.”
(HR. Muslim)
Allah sendiri telah mengharamkan perbuatan
zalim atas diri-Nya, padahal Dia Al Khalik, Zat yang paling berhak
Menyombongkan diri-Nya. Apakah pantas bagi seorang muslim yang selalu berpegang
teguh pada tali diennya (Islam) itu hendak berbuat zalim ?
Rasulullah saw. bersabda: Sungguh pasti
semua hak akan dikembalikan pada yang berhak pada hari qiamat, hingga kambing
yang tidak bertanduk diberi hak (kesempatan) membalas pada kambing yang
bertanduk.” (HR. Muslim)
Yaitu yang dahulu di dunia pernah ditanduk
dan belum dapat membalas-nya, maka pembalasan menurut keadilan telah dituntut
dari binatang yang tidak berakal dan bagi yang berakal tentu lebih pasti.
Bersabda Nabi saw.: Siapa yang merasa
pernah berbuat aniaya pada saudaranya, baik berupa kehormatan badan atau harta
atau lain-lainnya, hendaknya segera minta halal (ma’af)nya sekarang juga
sebelum datang suatu hari yang tiada harta dinar atau dirham, jika ia mempunyai
amal salih, maka akan diambil menurut penganiayaannya, dan jika tidak mempunyai
hasanat (kebaikan), maka diambilkan dari kejahatan orang yang dianiaya untuk
ditanggungkan kepadanya. (HR. Bukhari, Muslim)
Penganiayaan (perbuatan zhalim) dapat
berupa: caci maki, tipuan, ghibah, copetan dan segala gangguan dalam badan atau
kekayaan atau kehormatan dsb.
“Seorang muslim itu saudara bagi muslim
lainnya, tidak menzaliminya, tidak mengecewakannya. Dan barangsiapa yang
memperhatikan keperluan saudaranya, pasti Allah akan memperhatikan
keperluannya. Dan barangsiapa yang melepaskan kesulitan seorang muslim, pasti
Allah akan melepaskan kesulitan orang itu dari berbagai kesulitan di hari
kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi (aib dan rahasia) seorang muslim, pasti
Allah akan menutupi rahasia (aib) orang itu di hari kiamat” (HR. Bukhari)
1.c. Komit
Komit
“…
dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.”
(QS. Al Isra’ 17:34)
“Dan
tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu
membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah
menjadikan Allah sebagai Saksi-mu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya
Allah Mengetahui apa yang kamu perbuat.” (QS. An Nahl 16:91)
“Hai
orang-orang yang beriman, mengapakah kamu mengata-kan apa-apa yang tidak kamu
kerjakan. Sungguh besar murka Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak
kamu kerjakan.” (QS. Ash Shaaf 61:3-4)
Balasan
terhadap yang melanggar janji :
“Bahwasannya
orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia
kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barang siapa yang
melanggar janjinya, niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya
sendiri; dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan
Memberinya Pahala yang besar.” (QS. Al-Fath 48:10)
Jauhi
Nifaq
Berkata
Rasulullah saw. bersabda: Empat sifat, siapa yang lengkap ada pada dirinya maka
ia munafiq betul-betul. Dan siapa yang mempunyai salah satu daripadanya; maka
berarti mempunyai salah satu sifat munafiq hingga ditinggal-kannya. Jika
dipercaya khianat. Bila bicara dusta. Jika berjanji ia menyalahi dan bila
berdebat (bertengkar) melam-paui batas. (HR. Bukhari, Muslim)
Dalam
riwayat Muslim disebutkan : sekalipun orang itu berpuasa, shalat dan mengaku
bahwa dirinya seorang muslim!
1.d. Amanat
Amanat
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menunaikan (mengembalikan) amanat kepada yang berhak (ahlinya).” (QS. An-Nisa’
4:58)
Jangan Khianat
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu
mengkhianati amanat-amanat yang diperca-yakan kepadamu, sedang kamu
mengetahui.” (QS. Al-Anfal 8:27)
“… Sesungguhnya Allah tidak Menyukai
orang-orang yang berkhianat.” (QS. Al-Anfal 8:58)
“Tanda
orang munafiq itu tiga. Jika berkata-kata dusta, dan jika berjanji menyalahi
dan jika dipercaya khianat.” (HR. Bukhari, Muslim)
1.e. Tawadhu’
Tawadhu’
Terutama
dikalangan saudara-saudaranya sesama Muslim. Jangan hen-daknya ia
membeda-bedakan antara yang kaya dengan yang miskin. Rasu-lullah saw. sendiri
pernah berlindung kepada Allah dari sifat sombong.
“Hai
sekalian orang yang beriman, siapa yang murtad dari agamanya, maka Allah akan
mendatangkan kaum yang kasih kepada Allah, dan dikasihi oleh Allah, merendah
diri kepada sesama kaum mu’min; keras hati terhadap orang kafir.”
(Al-Maidah:54)
“Janganlah
sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah
Kami Berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu)
dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu
terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. An Nahl 16:88)
“Negeri
akhirat itu, Kami Jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri
dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan
(yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Qashash 28:83)
Bersabda Rasulullah saw. :Sesungguhnya
Allah telah mewahyukan kepada saya: Bertawadhu’ (merendah dirilah) hingga
seseorang tidak menyombongkan diri terhadap lainnya dan seseorang tidak
menganiaya terhadap lainnya.” (HR. Muslim)
“Tiada berkurang harta karena sedekah
dan Allah tiada menambah pada seorang yang mema’afkan melainkan kemuliaan. Dan
tiada seorang yang bertawadhu’ (merendah diri) karena Allah, melainkan
dimuliakan oleh Allah. (HR. Muslim)
Anas r.a. berkata: Biasa unta Nabi saw.
yang bernama Al’adhba tidak pernah dapat dikejar, tiba-tiba pada suatu hari ada
seorang badwi berkendaraan unta yang masih muda dan dapat mengejar unta
Al’adhba itu, hingga kaum muslimin merasa jengkel, lalu Rasulullah saw.
bersabda: Layak sekali bagi Allah, tiada sesuatu di dunia ini yang akan
menyombongkan diri melainkan direndahkan oleh-Nya. (HR. Bukhari)
Jangan Sombong
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu
dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan
angkuh. Sesungguhnya Allah tidak Menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri.” (HR. Luqman 31:18)
Bersabda Nabi saw.: Tiada masuk ke
sorga, siapa yang di dalam hatinya ada seberat dzarrah (atom yang kecil) dari
sombong. Maka seorang berkata: Adakalanya seorang itu suka berpakaian bagus.
Sabda Nabi saw.: Sesungguhnya Allah indah dan suka keindahan. Sombong itu ialah
menolah hak kebenaran dan merendahkan orang. (HR. Muslim)
Haritsah bin Wahab r.a. berkata: Saya
telah mendengar Rasulullah saw. bersabda: Sukakah saya beritahukan kepadamu
orang-orang ahli neraka? Ialah tiap-tiap orang yang kejam, rakus dan sombong.
(HR. Bukhari, Muslim)
“Ketika seorang berjalan dengan pakaian
yang indah, bersisir rambut dengan sombong dan congkak jalannya. Tiba-tiba
Allah membinasakannya, hingga ia timbul tenggelam di tanah sampai hari qiamat
(ialah Qorun di zaman Musa a.s.) (HR. Bukhari, Muslim)
Kisah Qarun dan kekayaannya yang harus
menjadi pelajaran bagi manusia:
“Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum
Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah Menganuge-rahkan
kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kunci-nya sungguh berat dipikul oleh
sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya,
“Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak Menyukai orang-orang
yang terlalu membangga-kan diri.” Dan carilah pada apa yang telah Dianugerahkan
Allah kepa-damu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah Berbuat Baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak Menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan. Qarun berkata, “Sesungguh-nya aku hanya diberi harta itu,
karena ilmu yang ada padaku.” Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasannya Allah
sungguh telah Membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya,
dan lebih banyak mengumpul-kan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang
yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka. Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya
dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia,
“Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada
Qarun; sesungguh-nya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.”
Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu, “Kecelakaan yang besarlah bagimu,
Pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh,
dan tidak diperoleh Pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar.” Maka Kami
Benamkan Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak aa baginya suatu
golongan pun yang menolongnya terhadap Azab Allah, dan tiadalah ia termasuk
orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).” (QS. Al Qashash 28: 76-81)
Balasan
bagi orang yang sombong :
“Alangkah
dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada)
dalam tekanan-tekanan sakratulmaut, sedang pada malaikat memukul dengan
tangannya, (sambil berkata), “Keluarkanlah nyawamu.” Di hari ini kamu dibalas
dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap
Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri
terhadap Ayat-ayat-Nya.” (QS. Al An’am 6:93)
“Dan
apabila dikatakan kepadanya, “Bertakwalah kepada Allah”, bangkitlah
kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya)
neraka Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang
seburuk-buruknya.” (QS. Al Baqarah 2:206)
“Sesungguhnya
orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya,
sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak
(pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. DemikianlahKami
Memberi Pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan.” (QS. Al-A’raf
7:40)
Tidak
akan dibukakan pintu langit maksudnya doa dan amal mereka tidak diterima Allah.
1.f. Pemaaf
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah
orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang
bodoh.” (QS. Al-A’raf 7:199)
“Dan bersegeralah kamu kepada Ampunan
dari Tuhan-mu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan
untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan
(hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah Menyukai orang-orang yang
berbuat kebajikan.” (QS. Ali ‘Imran 3:133-134)
Bersabar
dan memberi maaf lebih baik daripada mengambil pembalasan : (pahala bagi orang
yang memberi maaf)
“Maka
sesuatu apa pun yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia;
dan yang ada pada Sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang
beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakal, dan (bagi)
orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji dan
apabila mereka marah mereka memberi maaf. Dan (bagi) orang-orang yang menerima
(mematuhi) seruan Tuhan-nya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian
dari Rezeki yang Kami Berikan kepada mereka. Dan (bagi) orang-orang yang
apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri. Dan balasan suatu
kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat
baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak Menyukai
orang-orang yang zalim. Dan sesungguhnya, orang-orang yang membela diri sesudah
teraniaya, tidak ada suatu dosa pun atas mereka. Sesungguhnya dosa itu atas
orang-orang yang berbuat zaalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi
tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih. Tetapi orang yang bersabar dan
memaafkan sesung-guhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang
diutamakan.” (QS. Asy Syura 42:36-43)
“Dan
janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu
bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kamu kerabat(nya),
orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada Jalan Allah dan
hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa
Allah Mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.
An Nur 24:22)
“Tiada
berkurang harta karena sedekah dan Allah tiada menambah pada seorang yang
mema’afkan melainkan kemuliaan. Dan tiada seorang yang bertawadhu’ (merendah
diri) karena Allah, melainkan dimuliakan oleh Allah. (HR. Muslim)
“Bukan seorang yang kuat itu, yang kuat
bergulat. Tetapi orang yang sungguh kuat, yaitu yang dapat menahan hawa nafsu
ketika marah.” (HR. Bukhari, Muslim)
Keteladanan Nabi SAW. :
Aisyah r.a. bertanya kepada Nabi saw.:
Pernahkah terjadi padamu suatu hari yang lebih berat daripada penderitaanmu
ketika perang Uhud? Jawab Nabi saw.: Saya telah menderita beberapa kejadian
dari kaummu dan yang terberat yaitu hari Aqobah ketika saya berpropaganda
kepada Ibnu Abd Yalail bin Abd Kulal, yang mana tidak seorangpun dari mereka
yang menyambut ajaranku. Maka saya kembali dengan hati yang kesal, hingga
seolah-olah saya berjalan dengan tidak sadar, hanya ketika telah sampai di
Qarnitstsa’alib, di situ baru saya sadar dan mengangkat kepalaku ke langit, di
mana saya melihat awan di atasku, tiba-tiba Malaikat Jibril memanggil saya
sambil berkata: Allah telah mendengar jawaban kaummu kepadamu, dan kini telah
mengutus Malaikat penjaga bukit untuk menurut segala perintahmu. Kemudian
terdengar suara Malaikat penjaga bukit memberi salam sambil berkata: Ya
Muhammad, Allah telah mendengar jawaban kaummu kepadamu, dan saya penjaga bukit
dipe-rintah oleh Allah menurut segala kehendakmu. Maka perintahlah saya
sesukamu. Kalau kau suka saya dapat merobohkan dua bukit yang terbesar di
daerah kota
Mekkah (bukit Al’akhsyabain). Jawab Nabi saw.: Tetapi saya masih mengharap
semoga Allah mengeluarkan dari turunan mereka orang-orang yang beribadat kepada
Allah dan tidak menye-kutukan pada-Nya sesuatu apapun. (HR. Bukhari, Muslim)
Maraji’
Al-Qur’an Al-Karim
Imam Nawawy, Tarjamah Riyadhus Shalihin
Anis Matta, Membentuk Karakter Muslim
Comments
Post a Comment