AGAMA DAN PSIKOTERAPI
AGAMA DAN PSIKOTERAPI
I.
PENDAHULUAN
Dewasa ini, persoalan
kemanusiaan semakin mengkhawatirkan. Individu merasa bebas dansenang dengan hasil yang dicapai oleh manusia dalam
memanfaatkan ilmu pengetahuan modern dan teknologi. Oleh karena itu, sebagian individu telah melupakan aspek spiritual, seperti mengisi
kekosongan rohani dan psikologinya sehingga mendorong mereka ke arah
ketegangan mental, kecemasan hati, gangguan mental dan menghadapi tekanan,
kemurungan, fobia, neurosis, psikosis dan sebagainya.
Psikoterapi sebagai
salah satu cabang ilmu psikologi, telah berusaha menyelesaikan masalah
kemanusiaan tersebut, namun ia belum menunjukkan suatu tanda yang lebih baik.
Islam dengan ajarannya yang murni, menawarkan metodologi baru bagi memulihkan
dan merawat pasien-pasien
berpenyakit mental dengan menggunakan teknik, teori, dan
metodologi psikoterapi iman, ibadah dan tasawuf.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Bagaimana konsep psikologi barat dalam psikoterapi?
B.
Pengertian dan
Konsep Psikoterapi agama?
D.
Hubungan
Psikoterapi dan Agama
III.
PEMBAHASAN
A.
KONSEP PSIKOLOGI BARAT
Definisi psikologi berubah secara bertahap mengikut perkembangan pemikiran manusia. Arti dasar dari kata “psikologi” berbeda dengan
kata biasa yang dipahami saat ini. Kata “psikologi” berasala dari kata Yunani
“psyche” dan “logos”. Psyche, artinya nafas, sumber dari
semua aktifitas mendasar, jiwa atau ruh. Logos, artinya suatu
kata atau bentuk yang mengekspresikan suatu prinsip. Dengan demikian, psikologi
awalnya berarti kata atau bentuk yang mengungkapkan prinsip kehidupan, jiwa
atau ruh[1]
Definisi psikologi
berubah secara bertahap mengikut peredaran tamadun manusia. Pada tahun 1830-an,
istilah psikologi digunakan untuk merujuk kepada jiwa atau roh dan keadaan alam
fikiran, atau diri, ataupun ego. Para ahli sejarah psikologi Barat memandang
psikologi Barat sudah ada dalam pemikiran-pemikiran para pakar falsafah Yunani
dan Eropah-Barat sejak abad ke 17 dan ke 18 M lagi. Ia seterusnya berkembang
hingga abad ke 19, yang ditandai dengan munculnya penyelidikan dalam bidang
perilaku manusia. Menurut
Wilhelm Wundt bahwa metode dasar dalam psikologi adalah observasi diri yang
bersifat eksperimental, yaitu introspeksi[2]. Bagi Wundt, yang terpenting adalah mempelajari cara kerja mental yang
terpusat kepada perhatian, maksud, serta tujuan yang dimiliki. Wundt
mengembangkan satu metode yang disebut sebagai analytic introspection
(introspeksi analitik); yaitu satu bentuk formal daripada observasi yang dilakukan terhadap diri sendiri[3].
Para pakar psikologi
selama ini memang telah memberikan informasi dan deskripsi yang berguna
mengenai perilaku manusia. Namun sejauh ini mereka tidak bisa memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan mendalam tentang “hati” manusia[4].
B.
PENGERTIAN PSIKOTERAPI
Istilah psikoterapi (psychotherapy) menurut Lewis R. Wolberg adalah
perawatan dengan menggunakan alat-alat psikologis terhadap permasalahan yang
berasal dari kehidupan emosional dimana seorang ahli secara sengaja menciptakan
hubungan profesional dengan pasien, yang bertujuan: (1) menghilangkan, mengubah
atau menemukan gejala-gejala yang ada, (2) memperantai (perbaikan) pola tingkah
laku yang rusak, dan (3) meningkatkan pertumbuhan serta perkembangan
kepribadian yang positif.
Melihat kepada
perkembangan psikoterapi Barat, setidaknya ada dua nilai yang berkembang dalam
proses tersebut iaitu; nilai sekular dan nilai agama.Kemunculan psikoterapi
adalah implikasi daripada fenomena psikologi dan kondisi psikologi manusia yang
bermasalah. Persoalan-persoalan yang muncul adalah masalah fenomena psikologi,
di mana ia kemudian memerlukan jalan penyelesaianbagi gangguan psikologi yang bisa merusak kesehatan mental individu. Hal itulah yang
disebut oleh pakar psikologi sebagai psikoterapi. Bagaimanapun psikoterapi dan
nilai-nilai yang mempengaruhinya sudah lama diselidiki, baik oleh pakar
psikologi maupun masyarakat awam.
Pendekatan agama dalam
psikologi, dengan psikoterapi sebagai titik kajian merupakan kajian empirik
manusia dalam hubungannya dengan spiritual. Dari aspek ini, sesuai dengan
perkembangannya psikoterapi turut diserap oleh nilai magic, sihir, perdukunan,
pengkultusan, dan kesan-kesan emosional. Psikologi melalui pendekatan agama ini
masih belum mempunyai karya yang banyak, karena tidak banyak ahli yang menelitinya. Psikoterapi Barat dalam kaitannya
dengan psikologi, merupakan dua paralel yang sejalan dan berkesinambungan dalam
eksistensi suatu keilmuan. Kedua-duanya tidak dapat dipisahkan karena psikoterapi berkait dengan psikologi.
Demikian juga sebaliknya dengan psikologi yang semestinya sejalan dengan
psikoterapi.
Psikoterapi menawarkan
sebuah teori, teknik, dan metode yang bermanfaat bagi proses penyembuhan, perawatan, dan
pengobatan penyakit-penyakit psikologi. Manusia dalam abad modern ini, tidak lagi menjadikan
nilai-nilai moral dan agama, sebagai pemandu, malahan agama hanya
dititikberatkan pada perayaan dan ritual agama di masjid-masjid, di
gereja-gereja, ataupun di kuil-kuil. Padahal aspek spiritual merupakan aspek
penting yang mampu memberi kesegaran rohani yang amat berarti dalam menumbuhkembangkan kesehatan mental[5].
Munculnya tekanan,
kemurungan, neurosis, dan psikosis pada hakikatnya adalah kesan daripada
ketidakseimbangan antara ketajaman IQ (inteligent quotient), EQ (emotional
quotient), dan SQ (spiritual quotient). Seorang individu yang selalunya
mengutamakan IQ, biasanya menggunakan segenap fikiran, tanpa memperhitungkan
dimensi sosial di mana ia hidup. Individu yang menggunakan EQ pula, agak lebih
terarah dan memperhatikan nilai-nilai masyarakat, tetapi belum sampai ke
tingkat pemahaman tentang persoalan moral yang ada di sekitarnya. Dengan
demikian, baik IQ mahupun EQ belum sampai ke tingkat yang lebih kekal dan
sempurna. Untuk mencapai kesempurnaan, seorang individu memerlukan apa yang
disebut sebagai SQ, di mana seseorang akan sentiasa memperhatikan dalam proses
berfikirnya, tentang hubungan antara ketajaman fikirannya dengan emosi yang
terkawal dan memperolehi bimbingan spiritual yang lebih baik.
Psikoterapi adalah cabang psikologi dalam suatu proses penyembuhan individu yang menghadapi gangguan mental, seperti stress, depersi, neurosis, psikosis,
fobia, atau lainnya. Psikoterapi ini, memberikan gambaran yang jelas bahwa ia
adalah sebuah metodologi yang bisa menyembuhkan seorang individu dari gangguan
mental tersebut, karena psikologi maupun psikoterapi adalah komponen yang
berkaitan, maka kedua-duanya juga memberikan arah yang saling berhubungan erat.
Suatu perilaku atau
tindakan individu adalah hasil dari respons psikologi. Namun ketika perilaku
itu sudah melahirkan suatu gerakan yang menyimpang, maka psikoterapi
berkepentingan untuk meluruskan dan mengembalikannya ke arah yang positif.Namun
psikoterapi modern tersebut belum mampu menangani dengan baik masalah kesehatan
mental. Oleh karena itu, maka diperlukan suatu pengkajian psikoterapi yang
berasaskan orientasi agama, terutama agama Islam yang dikenali sebagai
psikoterapi Islam.
Kata agama dalam
bahasa Indonesia berarti sama dengan “din” dalam bahasa Arab dan Semit, atau
dalam bahasa Inggris “religion”. Dari arti bahasa (etimologi) agama berasal
dari bahasa Sansekerta yang berarti tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi turun
temurun. Sedangkan kata “din” menyandang arti antara lain menguasai,
memudahkan, patuh, utang, balasan atau kebiasaan.
Secara istilah
(terminologi) agama, seperti ditulis oleh Anshari bahwa walaupun agama,din,
religion, masing-masing mempunyai arti etimologi sendiri-sendiri, mempunyai
riwayat dan sejarahnya sendiri-sendiri, namun dalam pengertian teknis
terminologis ketiga istilah tersebut mempunyai makna yang sama, yaitu:
a.
Agama, din, religion adalah satu sistem credo (tata keimanan atau tata
keyakinan) atas adanya Yang Maha Mutlak diluar diri manusia;
b.
Agama juga adalah sistem ritus (tata peribadatan) manusia kepada yang
dianggapnya Maha Mutlak tersebut.
c.
Di samping merupakan satu sistema credo dan satu sistema ritus, agama
juga adalah satu sistem norma (tata kaidah atau tata aturan) yang mengatur
hubungan manusia sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam lainnya,
sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan termaktub diatas.
Berdasarkan tujuan dan pendekatan metode atau teknik psikoterapi, Worlberg membagi
tiga macam tipe perawatan psikoterapi, yaitu: (Ahyadi, 1991 : 162)
a. Penyembuhan Suportive (Supportive Therapy)
Tujuan Supportive Therapy,
yaitu:
1. Memperkuat benteng
pertahanan (harga diri dan kepribadian)
2. Memperluas mekanisme
pengarahan dan pengendalian emosi atau kepribadian
3. Pengembangan pada
penyesuaian diri yang seimbang
Sedangkan metode dan teknik pendekatannya, yaitu: 1) Bimbingan (Guidance)
2) Mengubah lingkungan (Environment Manipulation), 3) Pengaturan dan penyaluran
arah minat, 4) Menyakinkan (Reasurance), 5) Tekanan dan paksaan (Presure and
Coercion), 6) Penekanan persaan (Desentization), 7) Penyaluran emosi atau
katarsis, 8) Sugesti, 9) Penyembuhan inspirasi berkelompok (Group Inspirational
Therapy).
b. Penyembuhan Reedukatif (Reeducative Therapy)
Tujuan Reeducative
Therapy ialah mengusahakan dengan sengaja adanya:
1. Penyesuaian kembali
2. Perubahan atau modifikasi
sasaran atau tujuan (hidup)
3. Menghidupkan potensi
C.
TEKNIK-TEKNIK PSIKOTERAPI KEAGAMAAN
Metode dan teknik pendekatannya, antara lain: 1) Penyembuhan Sikap
(Attitude Therapy), 2) Penyembuhan kelakuan dan pembiasaan (Behavior and
Conditioning Therapy), 3) Wawancara (Interview Therapy), 4) Penyembuhan
terpusat pada klien (Client Centered Therapy), 5) Penyembuhan terarah
(Directive Therapy), 6) Penyuluhan terapeutik (Therapeitic Counseling), 7 )
Penyembuhan rasional (Rational Therapy), 8) Pendekatan filosofis (Philosophic
Approuch), 9) Penyembuhan semantic (Semantic Therapy), 10) Penyembuhan
reedukatif berkelompok (Reeducative Group Therapy), 11) Psikodarma, 12)
Penyembuhan Keluarga (Family Therapy), 13) Penyembuhan perkawinan (Marriage
Therapy), 14) Penyembuhan psikobiologis.
c. Penyembuhan Rekonstruktif (Reconstructive Therapy)
Tujuan Reconstructive
Therapy, yaitu:
1. Menimbulkan insight atau
pemahaman diri terhadap konflik-konflik yang tidak disadari agar tidak terjadi
perubahan struktur karakter.
2. Perluasan pertumbuhan
kepribadian dengan mengembangkan potensi penyesuaian yang baru.
Metode dan teknik pendekatannya, antara lain: 1) Psikolanalisa, 2)
Pendekatan transaksional (Transactional Therapy), 3) Analisis existensial
(Existensial Analysis), 4) Penyembuhan analitik berkelompok (Analitic Group
Therapy), 5) Penyembuhan bermain (Play Therapy), 6) Psikoterapi dengan
orientasi psikoanalisis (Psychoanalitically Oriented Psychotherapy)[6].
D.
HUBUNGAN PSIKOTERAPI DAN AGAMA
Pada mulanya psikoterapi di Barat berusaha mendekati masalah gangguan
mental secara ilmiah murni, seperti yang dilaksanakan oleh para dokter pada
abad ke-19. Para ahli yang berasal dari disiplin Ilmu Kedokteran kurang puas
terhadap keterbatasan disiplin ilmiahnya dalam membahas kasus gangguan mental
sehingga mereka memasuki bidang psikologi.Pada saat itu masyarakat Barat lebih
condong mengatasi gangguan mentalnya dengan meminta bantuan para psikiater
daripada pastor.
Masyarakat cenderung
mencari sebab-sebab jasmaniah dari segala macam penyakit. Ini berarti
mengabaikan peranan agama dalam mengatasi gangguan mental. Disamping itu
kepesatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta ditemukan teori-teori ilmiah
yang kadang-kadang bertentangan dengan agama Kristen, menambah kepercayaan
masyarakat terhadap sains dan menganggap para dokter lebih maju, modern dan
up-to-date dibandingkan dengan para pastor. Padahal psikoterapi dan agama
sama-sama memandang manusia secara utuh sebagai terapi. Pada pasal ini akan
ditunjukkan beberapa kasus gangguan mental yang dapat disembuhkan melalui
perilaku keagamaan. Walaupun agama tidak identik dengan psikoterapi, namun
perilaku keagamaan mempunyai peran sangat besar untuk mengatasi gangguan
mental. Bahkan agama dapat dijadikan landasan untuk membina kesehatan mental
serta mampu membentuk dan mengembangkan kepribadian seseorang melalui kegiatan
peribadatan[7].
Islam sebagai agama
yang mengandungi nilai-nilai spiritual yang tinggi, didapati bisamenyelesaikan masalah-masalah psikologi
manusia. Kandungan ajaran Islam seperti iman, ibadah, dan tasawuf didapati
memiliki metodologi yang sistematik bagi mewujudkan kesehatan mental. Apabila kandungan ajaran
Islam bisa membantu mewujudkan kesehatan mental, maka iniadalah langkah awaldalam usaha membentuk metode psikoterapi. Oleh karena metode penyembuhan yang akan digunakan dalam metode ini
adalah bersumberkan syariat Islam, maka metodenya disebut sebagai psikoterapi
Islam.
Psikoterapi Islam adalah proses pengobatan dan penyembuhan suatu penyakit,
apakah mental, spiritual, moral, maupun fisik dengan melalui bimbingan Al
Qur’an dan Sunnah Nabi SAW. atau secara empirik adalah melalui bimbingan dan
pengajaran Allah SWT, malaikat-malaikat-Nya, Nabi dan RasulNya atau para ahli
waris para Nabi-Nya[8].
Allah SWT berfirman:
“Dan bertakwalah kepada
Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuat”. (QS Al Baqarah: 282)
“Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan
penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta
rahmat bagi orang-orang yang beriman”.
Di era globalisasi dan
informasi ini, banyak tawaran pemikiran modern yang perlu dicermati dan
dipertimbangkan. Persoalan manusia semakin sulit, terutama menyangkut keadaan
psikologi yang menghendaki penyelesaian yang baik dan berkesan. Islam
mengajarkan aspek spiritual, sebagai metode psikoterapi yang dilakukan melalui
metode preventive (pencegahan), curative (pengobatan), constructive, dan rehabilitative
(pembinaan). Aspek iman, ibadah, dan tasawuf dapat dijadikan tenaga inovatif
dalam membentuk terapi agama Islam[9].
Ini karena iman, ibadah, maupun tasawuf merupakan langkah-langkah tazkiyah
al-nafs (pembersihan dan penyucian jiwa) untuk membersihkan dan menyucikan hati
dan jiwa manusia yang telah dikotori dengan kekotoran duniawi.
Psikoterapi Islam yang
merujuk pada persoalan di atas dapat menumbuh kembangkan kepribadian dan
kesehatan mental. Penerapan iman secara aplikatif akan melahirkan kesadaran,
bahwa manusia selalu diawasi Allah SWT. Secara psikologi seorang mukmin mampu
menekan kemauannya ke bawah untuk berlaku negatif. Selain itu, ibadah juga
berfungsi positif bagi psikologi seseorang ‘ābid (hamba Allah SWT) supaya dapat
beramal dengan penuh keikhlasan, kesungguhan, tawadu’, dan khusyuk, serta dapat
pula menjadi motivasi ke arah perlakuan yang lebih baik. Akhlak merupakan
manifestasi iman yang mampu menjadi cermin psikologi Islam yang taat dan
berkelanjutan. Kandungan yang dimiliki akhlak-tasawuf, berperan sebagai
terapeutik (pengobatan) untuk menghasilkan kesehatan mental yang tinggi. Akhlak
dan tasawuf juga mampu menyelaraskan hubungan antara Allah SWT, manusia dan
alam sekitar.
Psikoterapi Islam
merupakan kekuatan emosional psikologi yang mengkaji manusia selaku subjek
pengamal agama dari dimensi ritual (ibadah), iman, dan norma (akhlak) yang
berlaku dalam suatu komunitas manusia yang berkaitan dengan kesehatan mental atau dengan kata lain ia
berusaha mencari aspek psikologi yang tidak terlepas daripada aturan nilai.
Akhlak yang dimiliki
oleh manusia itu akan mencerminkan jiwa manusia sebagai makhluk fizikal dan
psikologi, kerana manusia memperlihatkan akhlak itu melalui perilakunya yang
sebenar, sehingga mampu pula menonjolkan dirinya sebagai makhluk yang
diciptakan dalam keadaan ahsan al-taqwīm (sebaik-baik bentuk dan rupa). Tanpa
akhlak manusia akan kehilangan esensi (bentuk) dirinya. Ia hidup sebagai
manusia tanpa dirinya, dan wujud sebagai makhluk asfala sāfilīn (makhluk yang
tidak bermoral)[10].
Aspek psikologi
manusia iaitu; hati, ruh, nafsu dan akal memerlukan pemeliharaan dan
pengembangan, agar selalu wujud dalam keadaan salam, atau Islam (tunduk kepada
aturan Ilahi) kondisi ini harus dibina, agar menjadi jiwa yang bermanfaat bagi
kemaslahatan hidup manusia.
Islam memandang diri
manusia, sebagai komponen unik yang memerlukan pembinaan dan pengembangan
supaya menjadi insan yang mengenal dirinya dan selalu mendekatkan diri kepada
Tuhannya. Dengan cara itu seseorang manusia dapat mencapai tahap spiritual yang
tinggi, serta meraih kesempurnaan dan kesucian rohaniah yang murni. Usaha yang
demikian disebut oleh para sufi sebagai tazkiyah al-nafs iaitu proses
perkembangan psikologi manusia menuju keadaan batiniah yang al-falāh (menang),
al-najāh (sukses), dan mutma’innah (tenang). Kemenangan, kesuksesan,
ketenangan, ataupun dengan bahasa yang umum “bahagia” (happiness - al-sa‘ādah)
sebenarnya adalah kumpulan ketenangan mental dalam satu kesatuan peribadi yang
utuh. Dan ketenangan mental (mutma’innah) dapat diperolehi dengan mengingat Allah
SWT dan beramal soleh.
IV. KESIMPULAN
Psikoterapi modern dengan kajiannya yang spesifik
berkenaan dengan psikologi manusia belum mampu menjawab tantangan zaman dengan baik. Psikoterapi
sama seperti psikologi adalah dua disiplin ilmu yang searah dan sangat berkaitan antara satu dengan lainnya. Kedua
ilmu ini, mencoba mengkaji secara bijak bagian dalam diri manusia yaitu jiwa
(psyche) yang berpengaruh dalam kesehatan mental, kebahagiaan, dan ketenangan.
Vicktor E. Frankl adalah orang yangmencoba membuka pemikiran dengan kajiannya tentang
logoterapi.
Psikoterapi dan Islam
memiliki dua kesamaan di mana keduanya sama-sama memiliki teoretikal dan praktikal di bidang psikologi.
Psikoterapi lebih terfokus pada kajian tentang metode perawatan gangguan mental
dan penyakit mental melalui teknik dan prosedur psikoterapi modern. Sedangkan Islam merupakan kajian
spiritual yang boleh dijadikan sebagai metode psikoterapi yang disebut sebagai
psikoterapi Islam.
V. PENUTUP
Demikianlah makalah yang telah kami buat. Semoga bisa menambah dan
memperluas ranah pengetahuan kita tentang agama dan psikoterapi.
DAFTAR PUSTAKA
Agustian, Ary Ginanjar, 2004, Rahasia Sukses
Membangkitkan ESQ Power; sebuah Inner Journey Melalui Ihsan, Jakarta: Arga.
Davidoff, Linda L., 1988, Introduction to
Psychology, (terj. Mari Jumiati), Jakarta, Erlangga.
.
Effendi, Djohan,“Tasawuf Al-Qur’an Tentang Perkembangan
Jiwa Manusia”, Jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulumul
Qur’an, No.8, 1991.
http://chachachoco.blogspot.co.id/2012/05/agama-dan-psikoterapi.html
[3]
Linda L. Davidoff, Introduction
to Psychology, (terj. Mari Jumiati), Jakarta, Erlangga, 1988, h.
11-12.
[4]
Lynn
Wilcox, Sufism and Psychology,
(terj. IG. Harimurti Bagoesoka), Jakarta, Serambi Ilmu Semesta, 2003, h. 7
[5]
Ary Ginanjar Agustian,Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power; sebuah Inner
Journey Melalui Ihsan, Jakarta, Arga, 2004, h. 142.
[6]
http://apangapora.blogspot.co.id/2012/08/metode-metode-dan-teknik-teknik.html
[8]
Hamdani
Bakran Adz-Dzaky, Konseling
dan Psikoterapi Islam :Penerapan Metode Sufistik,Yogyakarta: Fajar Pustaka
Baru, 2002, h. 228.
[10]
Djohan
Effendi, “Tasawuf Al-Qur’an
Tentang Perkembangan Jiwa Manusia”, Jurnal
Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur’an, No.8, 1991, h.5
Comments
Post a Comment